Breaking News:

latest

Ads Place

Bagot Ni Horbo, Kuliner Khas Batak

   Dali/bagot ni horbo kuliner khas Batak. Sumber foto: K/Dedy Hutajulu “Dali, dali,...," begitu Diana Manalu (38), warga Sipoholon, me...

 

 Dali/bagot ni horbo kuliner khas Batak. Sumber foto: K/Dedy Hutajulu

“Dali, dali,...," begitu Diana Manalu (38), warga Sipoholon, menawarkan dagangannya kepada setiap orang yang lewat. Ia berdiri di depan pintu sebuah kafe di lokasi pemandian air panas (hotspring) Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara. Tinggal tiga cawan lagi, dali dalam keranjang yang belum terjual.


Dali atau bagot ni horbo adalah air susu kerbau yang diolah secara tradisional. Dali atau bagot salah satu makanan khas batak dari daerah Tapanuli. Menurut cerita lisan, tradisi mengolah susu kerbau menjadi dali sudah dimulai oleh leluhur orang batak semenjak adanya komunitas batak. Belasan tahun lalu, hampir di setiap rumah makan khas batak, dali/bagot ni horbo menjadi menu utama. Setiap onan (pasar) di daerah Tapanuli, dali menjadi komoditas dagangan. Sayangnya, hari-hari ini sulit sekali menemukan dali, seiring jumlah peternak kerbau di daerah Tapanuli dan Toba semakin menurun.


Kandungan Gizi


Kandungan gizi pada dali atau bagot secara umum, tidak berbeda dengan susu lainnya. Dali atau bagot juga mengandung lemak, karbohidrat, dan protein. Bedanya, hanya terletak pada cara pengolahannya. Jika susu sapi cenderung diolah dengan mesin, dali atau bagot justru diperas secara alami dan diolah dengan sederhana tanpa menggunakan unsur kimia. "Induk kerbau baru bisa diperah ketika bayinya sudah berumur satu bulan. Supaya, bayi kerbau tidak kekurangan gizi, karena si bayi kerbau masih mengandalkan air susu induknya," terang Diana.


Puting susu kerbau ada empat. Tapi sebaiknya, hanya satu yang diperah untuk diambil susunya. Tiga puting lainnya menjadi hak milik si bayi kerbau. Menurut Diana, pemerahan susu kerbau dilakukan sekitar pukul 6 pagi hari. Alasannya, agar anak kerbau tidak terganggu dari kebiasaan menyusui di pagi hari. Volume susu yang dapat diperah dari seekor induk kerbau rata-rata 2 liter perhari.


"Jika kerbaunya sehat dan gemuk, produksi susunya bisa mencapai 4 liter per hari. Tetapi kita harus pertimbangkan untuk kebutuhan anak kerbau. Makanya, cukup seliter dua liter kita perah," timpalnya.


Proses pemerahan susu kerbau tidak boleh sembarangan. Ada kiatnya, supaya susu yang diperah higienis dan induk kerbau merasa nyaman. Sebelum kerbau diperah, terlebih dahulu puting susu dibersihkan dengan air hangat, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kebersihan susu serta merangsang puting mengeluarkan airnya. “Kita bisa perah susunya selama maksimal lima bulan. Meski produksi susu berlangsung sampai delapan bulan, tetapi memasuki bulan keenam, kualitas susu tidak lagi layak untuk dikonsumsi," beber ibu lima anak ini yang mengaku sudah sedekade berjualan dali ni horbo.


Agar produksi susu deras serta kualitasnya terjaga, menurut Diana, induk kerbau perlu diberikan ditambah gizinya dengan memberinya makan ubi jalar, bekatul campur garam, dan beberapa jenis vitamin.


Cara Olah


Diana menerangkan, cara mengolah dali atau bagot sederhana sekali. Susu hasil perahan direbus sekitar 10 menit dalam wadah yang steril dengan menambahkan air nenas untuk membantu pengentalan susu serta mengurangi aroma amis. Bisa juga dicampur dengan air perasan daun pepaya. Setelah sepuluh menit, dali atau bagot sudah siap untuk disajikan dan langsung bisa disantap. Rasanya sedap sekali. Tampilannya seperti tahu, namun aroma susunya cukup kuat.


Diana menuturkan, sampai hari ini pangsa pasar penikmat dali di Tapanuli cukup besar. Dali atau bagot masih dicari banyak orang. Tingginya permintaan dali itulah yang menjadi sumber rezeki bagi dirinya untuk bisa menafkahi keluarganya, sejak suaminya meninggal. "Semua anak-anak saya bisa sekolah sampai tamat SMA. Ya, berkat jualan dali ini," ujarnya.


Dali atau bagot yang dijual Diana bersumber dari empat ekor ternak kerbaunya. Ia hanya berjualan dali atau bagot jika induk-induk kerbaunya melahirkan. Meminjam data BPS, populasi kerbau selama kurun waktu sepuluh tahun (2006-2016), menurun drastis dari 261.794 ekor menjadi 113.422 ekor.


Penurunan itu salah satunya disebabkan, makin menyempitnya lahan persawahan sekaligus savana sebagai ladang penggembalaan kerbau. Sebagai dampaknya, jumlah produksi bagot ataudali ni horbo pun makin berkurang. Karena hanya masyarakat peternak lokal yang mengupayakan produksi dali atau bagot. Umumnya kerbau diperuntukkan untuk diambil dagingnya atau khusus disiapkan memenuhi kebutuhan daging pada perhelatan pesta adat Batak.


Sebagai salah satu kuliner lokal yang unik dan kaya gizi, dali atau bagot ni horbo ini sesungguhnya layak untuk dipertahankan keberadaannya. Pemerintah daerah melalui dinas peternakan bisa membuat terobosan dengan merangkul para peternak lokal untuk mempertahankan terbaik kerbau yang khusus diperah susunya.


Peternakan kerbau, proses perah susu, hingga mengolahnya menjadi dali yang kaya gizi, sesungguhnya bisa dimanfaatkan sebagai salah satu potensi wisata lokal yang kreatif. Tidak hanya untuk memikat bagi turis asing, melainkan juga disasar sebagai wisata edukasi bagi pelajar dan anak-anak kita. (K-DH)


Sumber : Indonesia.go.id

No comments

Harap memberikan komentar yang mendukung kemajuan blog ini.
Terimakasih!!!

Iklan