Breaking News:

latest

Ads Place

Tulang Pasahat Ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung

Foto : Pasahat Tintin Marakkup Bataktive.com -  Sebagaimana telah diuraikan pada poin “Tulang paborhat laho mangoli” bahwa saat itu boru ni ...

Tulang Pasahat Ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung
Foto : Pasahat Tintin Marakkup

Bataktive.com - Sebagaimana telah diuraikan pada poin “Tulang paborhat laho mangoli” bahwa saat itu boru ni Tulang tidak ada yang tepat untuk dipersunting  maka Tulang merestui berenya kawin dengan perempuan lain karena anak perempuan (baca: boru) nya tidak ada yang tepat dan cocok “diberikan” atau dijadikan kepada berenya saat itu. Ketika si bere melangsungkan pesta perkawinan (baca: mangadati/marunjuk/ manggarar sulang-sulang ni pahompu dohot ulaon na gok) maka tulang memberikan ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung.


Pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung pada Batak-Toba apabila si bere kawin (baca” mangalap boru) dengan perempuan lain. Sedangkan apabila kawin dengan boru tulang kandung (baca: tulang sitoho-toho) maka pemberian ulos Tintin Marangkup/Siungkap Hombung tidak ada. Sebab tulang sekaligus menjadi mertua setelah mempersunting paribannya sendiri.


Pada Batak-Toba seorang mertua sangat dipantangkan menyebut atau memanggil nama langsung menantunya, tetapi apabila bere jadi menantu maka hal itu tidak berlaku karena mertua adalah tulang sekaligus. Sehingga bila seorang mertua memanggil atau menyebut nama menantu hal itu menandakan bahwa menantunya itu adalah bere kandung.


Demikian sebaliknya, jika menantu adalah maen maka mertua laki-laki tidak pantang memanggil nama menantu (baca: parumaen) karena si mertua adalah amang boru. Sedangkan apabila menantu (baca: hela) bukan bere kandung atau parumaen bukan maen kandung (baca: tutur manolbung) maka sangat dipantangkan memanggil nama langsung(baca: goar sadanak) menantu, cukup dengan memanggil marganya saja. Batak-Toba sering mengatakan,”Ndang holi-holi sinuanhon, huling-huling ni dalhophon” bermakna bahwa bukanlah keluarga (baca: tutur) baru tetapi sudah memiliki hubungan kekeluargaan atau kekerabatan terus menerus sehingga tida asing lagi satu sama lain.




Dalam sistem kekeluargaan atau kekerabatan Batak-Toba yang menganut sistem garis keturunan patrilineal (baca: laki-laki) Tulang memiliki hak Ungkap Hombung terhadap bere laki-laki yakni memiliki akses langsung (baca: na niambangan) atas harta pusaka berenya. Sementara mertua memiliki akses langsung (baca; na niambangan) terhadap anak perempuannya (baca: borunya). Karena itu lah pada saat memberikan Sinamot Tintin Marangkup dari orang tua perempuan (baca: simatua ni bere) kepada tulang selalu muncul ungkapan mengatakan,”Molo hami di jolo hamu ma dipudi nami, molo hamu di jolo hami ma dipudi muna) artinya, bahwa ketika si laki-laki meninggal maka tulang lah paling berhak (baca: na ni ambangan), tetapi sebaliknya, bila si perempuan yang meninggal maka orang tua si perempuan (baca: hula-hula) lah paling berhak (baca: na ni ambangan).

 

 

Perlu dipahami bahwa kedudukan Tulang Ungkap Hombung (baca: tulang laki-laki) dengan hula-hula (baca: simatua laki-laki) pasca perkawinan adalah hubungan pertalian dalam ulaon adat, bukan hubungan satu marga (baca: sabutuha) sehingga kurang tepat jika ada yang menyebut haha-anggi nami sebab marhaha-maranggi atau sabutuha hanya untuk satu marga saja. Sehingga lebih tepat menyebut haha-anggi paradatan marhite bere nami atau marhite hela nami, dan seterusnya.


Pemahaman demikian perlu dibumikan dengan baik dan benar agar tidak terjadi kekeliruan memosisikan urgensi tulang pasca perkawinan Batak-Toba. Artinya, jangan setelah kawin hanya memerlukan dan mementingkan mertuanya saja padahal peran dan fungsi tulang di setiap ulaon adat Batak-Toba tidak bisa terlepas atau diabaikan begitu saja karena merupakan elemen dasar Dalihan Na Tolu (DNT).


  


Pada Batak-Toba posisi tulang merupakan pertama dan utama bukan sebaliknya memosisikan  hula-hula segala-galanya hingga ada menyepelekan atau melupakan arti penting tulang di dalam kehidupan sehari-hari. Melupakan tulang sama artinya dengan melupakan atau tidak menghargai ibu/mamak (baca: inang/inong pangintubu) sembari mengagung-agungkan istri (baca: pardijabu, parsonduk bolon) karena hanya mengutamakan hula-hula atau orang tua istri. 


Yang menjadi pertanyaan adalah apakah ada manusia di atas dunia ini bisa kawin (baca: marruma tangga, mangoli) tanpa pernah dilahirkan oleh ibunya ? Bukankah seseorang bisa kawin setelah memasuki usia dewasa ? Karena itu lah maka posisi tulang pada Batak-Toba merupakan paling pertama dan utama  dibandingkan dengan hula-hula istri. Sehinggga amat sangat keliru apabila hubungan antara tulang dengan bere terputus pasca perkawinan yang menimbulkan stigma negatif “tulang ni na mate”.


PERAN TULANG :

Biodata Penulis :

Thomson Hutasoit - Direktur Eksekutif LSM Kajian Transparansi Kinerja Instansi Publik (ATRAKTIP), Sekretaris Umum Punguan Borsak Bimbinan Hutasoit, Boru, Bere Kota Medan Sekitarnya, Wakil Sekretaris II Parsadaan Pomparan Toga Sihombing (PARTOGI) Kota Medan Sekitarnya, Penasehat Punguan Toga Lumban Gaol Sektor Helvetia Medan, Wakil Sekretaris Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Provinsi Sumatera Utara, Wakil Pemimpin Redaksi SKI ASPIRASI, tinggal di Medan.

Tulisan ini telah tayang di : https://thomsonhutasoit.blogspot.com/2012/07/peranan-tulang-pada-batak-toba.html

No comments

Harap memberikan komentar yang mendukung kemajuan blog ini.
Terimakasih!!!

Iklan